Sabtu, 28 Mei 2011

Asperger: Gangguan Anak Antisosial

Autisme seakan-akan jadi momok menakutkan bagi banyak orang tua. Tidak heran, karena jumlah angka penderitanya di seluruh dunia terus meningkat, termasuk di Indonesia. Meskipun belum ada angka pasti yang menyebutkan penderita autis di Indonesia.
Nyatanya tidak hanya penderitanya saja yang bertambah, kini varian autisme juga semakin banyak diketahui. Sindrom asperger merupakan salah satu varian autisme yang lebih ringan dibandingkan kasus autisme klasik.
Gangguan Asperger berasal dari nama Hans Asperger, seorang dokter spesialis anak asal kota Wina, Austria. Pada tahun 1940, Asperger ialah orang pertama yang menggambarkan pola perilaku khusus pada pasien-pasiennya, terutama pasien laki-laki.
Asperger memperhatikan, meskipun anak laki-laki tersebut memiliki tingkat intelegensia yang normal serta kemampuan bahasa yang baik, namun mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan bersosialisasi. Umumnya mereka tidak mampu berkomunikasi secara efektif serta kemampuan koordinasi yang kurang baik.
Sindrom asperger banyak disebut sebagai varian dari autisme yang lebih ringan. Para ahli mengatakan, pada penderita sindrom asperger memiliki kondisi struktural otak secara keseluruhan lebih baik dibandingkan pada penderita autisme.
Menurut Clinical Assistant Professor of Pediatrics Jefferson Medical College Philadelphia, Susan B. Stine, MD karakter dari anak-anak yang mengalami sindrom asperger ialah kurangnya kemampuan berinteraksi sosial, pola bicara yang tidak biasa dan tingkah laku khusus lainnya.
Kemudian, anak-anak dengan sindrom asperger biasanya sangat sulit untuk menampilkan ekspresi di wajahnya serta sulit untuk membaca bahasa tubuh pada orang lain.
“Mereka kemungkinan juga merasa nyaman dengan rutinitas tertentu yang harus dilakukan setiap hari serta sensitif terhadap stimulasi sensori tertentu, misalnya mereka akan tertanggu oleh nyala lampu redup yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain. Bisa saja mereka menutup kuping agar tidak dapat mendengarkan suara di sekitarnya atau mereka mungkin lebih memilih pakaian dari bahan-bahan tertentu saja,” jelas Stine.
Selain itu, tambah Stine, ciri dari anak yang mengalami sindrom asperger adalah terlambatnya kemampuan motorik, ceroboh, minat yang terbatas dan perhatian berlebihan terhadap kegiatan tertentu.
Hal senada diungkapkan oleh dokter spesialis anak konsultan Neurologi, dr Hardiono D Pusponegoro, Sp.A(K). Dia memaparkan, sindroma asperger adalah gangguan perkembangan dengan gejala berupa gangguan dalam bersosialisasi, sulit menerima perubahan, suka melakukan hal yang sama berulang-ulang, serta terobsesi dan sibuk sendiri dengan aktivitas yang menarik perhatian.
“Umumnya, tingkat kecerdasan si kecil baik atau bahkan lebih tinggi dari anak normal. Selain itu, biasanya ia tidak mengalami keterlambatan bicara,” kata Hardiono.
Jika dilihat secara sekilas, lanjutnya, anak tersebut tidak berbeda dengan anak yang pintar dan kreatif. Hanya saja, anak tersebut biasanya memiliki satu minat tertentu saja untuk dikerjakannya.
Memang secara keseluruhan anak-anak yang mengalami gangguan sindrom asperger mampu melakukan kegiatan sehari-hari, namun terlihat sebagai pribadi yang kurang bersosialisasi sehingga sering dinilai sebagai pribadi eksentrik oleh orang lain.
Menurut Stine, jika penderita sindrom asperger beranjak dewasa, biasanya mereka akan merasa kesulitan untuk mengungkapkan empati kepada orang lain serta tetap kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain.
“Pada ahli mengatakan bahwa penderita sindrom asperger biasanya akan menetap seumur hidup. Namun, gejala tersebut dapat dikurangi dan diperbaiki dalam kurun waktu tertentu terutama deteksi dini sindrom asperger akan sangat membantu,” pungkasnya.
Gangguan sindrom asperger pada umumnya akan terus mengikuti perkembangan usia seseorang. Meski tidak membahayakan jiwa, namun gangguan itu bisa membuat anak takut berada di keramaian dan membuat anak depresi.
Ciri yang menonjol pada anak asperger adalah mereka tidak bisa membaca kode-kode atau ekspresi wajah seseorang. Karena ketidakmampuannya itu, anak asperger dijauhi teman-temannya.
“Biasanya mereka jadi anak yang antisosial, sulit berinteraksi dengan orang lain,” kata Hardiono.
Ketika anak asperger tidak mempunyai teman, lalu tidak tahu harus bersikap bagaimana untuk menghadapi sebuah situasi, dia akan merasa putus asa dan akhirnya depresi.
Sesuai dengan perkembangan otak, kalau kelainan itu diketahui lebih dini, maka bisa distimulasi atau diberi obat agar berkembang ke arah yang baik.
Namun, kalau sudah terlambat deteksinya, yaitu sudah berusia lima atau enam tahun, maka sulit penanganannya karena perkembangan otak sudah berhenti. Pada umur lima tahun, bagian otak yang disebut sinaps-sambungan antar saraf di mana bahan kimia serotonin bekerja-akan berhenti.
Kini teknik-teknik terapi sudah jauh lebih maju dan fasilitas sudah banyak. Hardiono menuturkan, salah satu terapi yang bisa dilakukan adalah dengan mengajak si anak bermain. Stimulasi ini diketahui memperbaiki sinaps dan meningkatkan kadar serotonin.
Menurut Hardiono, anak asperger masih bisa diterapi, terutama dalam hal kemampuan bersosialisasi. Pasalnya, kemampuan mereka bersosialisasi sangat kurang.
“Cara terapi yang paling baik adalah mengajarkan anak bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Terapi dalam bentuk peer group akan lebih baik lagi,” paparnya.
Anak asperger biasanya memiliki kecerdasan yang tinggi, maka orangtua akan dengan mudah mengajarkan emosi sosial. Misalnya, mengajarkan bagaimana harus bersikap jika menghadapi situasi tertentu.
R. Kaan Ozbayrak,MD, Assistant Professor of Psychiatry University of Massachusetts Medical School menambahkan, beberapa hal lain yang dapat dilakukan untuk membantu anak-anak penderita sindrom asperger. Terapi atau pengobatan yang dilakukan juga harus disesuaikan.
Secara umum Ozbayrak mengatakan, anak-anak penderita sindrom asperger akan banyak terbantu oleh orangtua yang memahami dan mampu membantunya. Kemudian, mereka juga membutuhkan pendidikan yang diperuntukan khusus bagi kebutuhannya. Selain itu, anak memerlukan latihan kemampuan untuk bersosialisasi serta terapi wicara.
“Terapi sensori integrasi juga dapat berguna bagi anak-anak yang masih kecil untuk meminimalisir kondisinya yang terlalu sensitif. Sementara itu, untuk anak-anak yang lebih tua dapat mendapatkan terapi kognitif atau psikoterapi,” papar Ozbayrak.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Lil boy _DeFa_

@Jatim Park..akhirnya Defa keturutan juga foto bareng spongebob..


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Jumat, 27 Mei 2011

Dapatkah Sindrom Asperger Merupakan Suatu Bentuk Skizofrenia?

Oleh Artikel Kedokteran

Hans Asperger pertama kali berpikir bahwa anak-anak yang mengidap Psikopati Autistik (istilah asli Asperger untuk Sindrom Asperger) memiliki kondisi yang dapat berkembang menjadi skizofrenia. Pemikiran ini muncul lebih dad 50 tahun silam, tetapi ketika itu, pengetahuan kita tentang skizofrenia sangatlah terbatas. Beberapa tanda negatif skizofrenia, seperti kurangnya pembicaraan dan gagasan-gagasan serta pendataran emosi, sangat serupa (Frith 1991).Namun, peluang pengidap Sindrom Asperger untuk berkembang menjadi skizofrenia lebih sedikit bila dibandingkan dengan individu lain. Sesungguhnya, Hans Asperger mengamati bahwa, dari 200 anak yang mengidap sindrom tersebut, hanya satu yang berkembang menjadi skizofrenia (Wolff 1995). Kajian-kajian terbaru tentang orang-orang dewasa pengidap Sindrom Asperger mengungkapkan bahwa, paling banyak, lima persen mengembangkan tanda-tanda skizofrenia (Tantam 1991; Wolff 1995).
Penulis mengamati, pasien-pasien dewasa yang dirujuk dad rumah sakit jiwa dengan diagnosis skizofrenia yang tidak khas, ketika diperiksa lebih teliti, ternyata memiliki catatan medic tentang perkembangan dan jenis kemampuan pengidap Sindrom Asperger dewasa. Dapatkah tanda-tanda yang muncul sekilas sama dengan skizofrenia, dan bagaimana Anda memberi tahu ketika penyakit skizofrenik yang sesungguhnya memang terjadi?
Beberapa orang dewasa pengidap Sindrom Asperger bisa saja memperlihatkan kemunduran kecakapan untuk sementara waktu, penarikan diri dari kehidupan sosial, ketiadaan perhatian pada kebersihan pribadi, dan keasyikan yang mendalam pada minat-minat mereka. Keadaan ini dapat ditafsirkan sebagai periode kemunduran yang mengawali tahap awal skizofrenia. Kendati terdapat perbedaan-perbedaan antara Sindrom Asperger dan skizofrenia, namun serangkaian kekeliruan sederhana dapat mengarah pada diagnosis yang keliru.
Sumber utama stres dalam kehidupan pengidap Sindrom Asperger adalah kontak sosial, dan peningkatan stres umumnya mengarah pada penyimpangan kecemasan serta depresi. Pengidap skizofrenia memiliki rentang faktor stres yang lebih luas, dan ketika stres berlebihan, mereka mengembangkan tanda-tanda nyata skizofrenia berupa halusinasi dan delusi.
Salah satu tanda skizofrenia adalah mengalami halusinasi pendengaran. Bila seorang pengidap Sindrom Asperger ditanyai oleh seorang psikiater, “Apakah Anda mendengar suara-suara?”, maka dia cenderung menjawab, “Ya.” Hal ini dikarenakan interpretasi literal mereka pada pertanyaan. Orang-orang tersebut tidak mengenali makna tersembunyi ketika pertanyaan ini diajukan oleh psikiater. Mungkin, pertanyaan lanjutannya, “Apakah Anda mendengar suara-suara orang yang tidak ada di sini?” Pertanyaan ini juga akan mendapat jawaban, “Ya.” Proses tanya jawab lebih jauh lagi akan menyingkapkan bahwa jawaban tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa para pengidap sindrom umumnya memang mampu mendengar orang-orang yang berbicara di ruang sebelah. Artinya, pengidap sindrom ini memiliki masalah kepekaan pendengaran dan bukan halusinasi, seperti yang dimiliki oleh pengidap skizofrenia.
Salah satu ciri Sindrom Asperger adalah sulit memahami pemikiran-pemikiran orang lain. Konsekuensinya, ciri itu, secara keliru, dapat dikaitkan dengan niat jahat. Padahal, kejadian tersebut kemungkinan memang betul-betul sekadar kecelakaan, namun ditafsirkan sebagai sesuatu yang merupakan sifatnya dan disengaja. Mungkin, pengidap Sindrom Asperger hanya mendengar selentingan tentang komentar-komentar yang bersifat menghina tentang kepribadian atau kemampuan sosial mereka. Hal ini kelak dapat menyebabkan dia sangat mencurigai orang lain pada tingkat yang mendekati paranoia. Namun, kondisi ini lebih disebabkan masalah mendapatkan ‘Teori Pikiran’ dan persepsi kehendak yang akurat daripada suatu distorsi realitas.
Pengidap Sindrom Asperger kemungkinan memiliki sifat yang tidak lazim pada kemampuan berbahasa. Sifat tersebut sekilas serupa dengan gangguan dalam berbicara dan berpikir yang diasosiasikan dengan skizofrenia. Orang-orang semacam itu kerap mengungkapkan pemikiran-pemikiran mereka, baik ketika bersama orang lain maupun ketika sendirian, misalnya ketika berada di kamar kecil atau kamar mandi. Mungkin, mereka memainkan kembali percakapan yang mereka ikuti sepanjang hari. Mereka juga memiliki kecenderungan untuk berbicara sebagai orang ketiga, yakni tidak menggunakan ‘saya’ sebagai kata ganti orang yang tepat namun merujuk diri mereka sendiri sebagai ‘ia’. Keadaan ini membuat monolog jadi betul-betul ganjil, terutama ketika ‘percakapan’ yang dituturkan kembali melibatkan emosi-emosi yang kuat. Ciri Sindrom Asperger lainnya adalah kematangan emosi yang tertunda. Karena itu, remaja-remaja yang lebih besar dan orang dewasa yang lebih muda dapat membangun keyakinan pada hal-hal supranatural, yang tampaknya tidak dewasa dan kekanak-kanakan. Penjelasan-penjelasan mereka untuk peristiwa-peristiwa bisa saja melibatkan keajaiban dan fantasi. Mereka memiliki kesulitan untuk memisahkan fakta dari fiksi.



Pustaka
Sindrom Asperger Oleh Tony Attwood


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Asperger’s Syndrome, Autis yang Cerdas

Secara medis Asperger’s syndrome dimaknai sebagai kelainan autisme ringan yang sudah menampakkan gejalanya sejak anak-anak ditandai dengan kesulitan untuk berinteraksi sosial, kemampuan motorik (ketrampilan) yang rendah yang dinamakan clumsiness, tetapi memiliki kemampuan otak ’khusus’ yang tidak dimiliki orang yang normal.
Di bidang komunikasi bahasa (verbal communication) anak dengan Asperger’s syndrome (AS) memperlihatkan ketidak-mampuan menangkap gaya bahasa sindiran (irony), metafora ( kiasan ) bahkan juga humor. Semua kata hanya dimaknainya secara kaku tanpa emosi. Manakala seorang anak AS berkata, maka pengucapannya hampir-hampir datar tanpa intonasi ( tanpa prosody) dan ada kecenderungan untuk menggunakan rangkaian kata-kata yang berlebihan (verbose).

Di bidang komunikasi non verbal, anak dengan AS, mempunyai ciri yang paling menonjol yaitu sedikit sekali menunjukkan rasa empati, pendiam dan penyendiri sehingga mengesankan angkuh dan sulit menyesuaikan diri. Karena sifatnya yang ’berbeda’ ini, dia sulit untuk menjalin pertemanan dan sering menjadi bahan cemoohan dari teman-temannya di sekolah.
Di bidang motorik, anak AS ini menunjukkan kekikukan (clumsiness) yang cukup menonjol, misalnya di dalam menggunakan sendok dan garpu, menangkap bola, mengikat tali sepatu, membuka tutup stoples, belajar mengendara sepeda, yang sudah bisa dilakukan dengan baik oleh anak-anak sebayanya. Gerak langkahnya pun (gait) terlihat aneh dan kaku. Penderita AS juga mempunyai kecenderungan mengalami kesulitan tidur dan memperlihatkan tanda-tanda alexithymia ( tidak mampu mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan atau emosinya).
Meskipun digolongkan dalam kelainan autisme, anak-anak AS tidak sepenuhnya menarik diri dari pergaulan dengan orang-orang di sekitarnya. Dia bisa terlibat dalam perbincangan mengenai topik yang disukainya namun dengan cara penyampaian yang ’sepihak’ dan berpanjang-panjang (long winded), tanpa dia bisa merasakan bahwa lawan bicaranya sudah bosan atau tidak tertarik. Karenanya, sulit baginya untuk memahami bahwa orang yang sedang diajaknya berbicara itu sesungguhnya sedang membutuhkan privacy atau sedang terburu-buru untuk sesuatu keperluan dan harus memutuskan perbincangan. Karena minimnya rasa empati pada anak (dan juga orang dewasa) Asperger’s syndrome ini, maka dia sering mengucapkan kata-kata yang melukai perasaan orang tanpa dia merasa bersalah.
Kelainan ini pertama kali ditemukan oleh seorang dokter anak Austria Hans Aspesger pada empat orang anak di tahun 1944 dengan gejala-gejala yang disebutkan di atas. Namun penderita Asperger ini menunjukkan kemampuan otak yang tidak dimiliki oleh orang normal seperti dalam bidang matematika dan teknologi informatika. Oleh dokter Asperger mereka disebutnya dengan ’little professors’ dan di zaman sekarang mereka mendapat julukan ’Silicon Valley children’ karena kecanggihan mereka menguasai TI. Bidang yang menjadi minat mereka memang terasa ’nyentrik’ di mata orang normal misalnya soal astronomi, meteorologi, dinosaurus, dan hal-hal yang spesifik tehnis lainnya.
Di novel ’The Girl With The Dragon Tattoo’ yang kini menjadi bestseller di seluruh dunia dilukiskan seorang tokohnya, seorang gadis dengan kelainan Asperger ini. Gadis yang bernama Lisbeth Salander ini semenjak masa remajanya sudah terlibat dalam pelbagai masalah sosial (berkali-kali ditangkap polisi dan dimasukkan panti rehabilitasi) namun memiliki kemampuan TI sebagai hacker yang tanpa tandingannya. Dengan kepiawaian menjalin cerita, Stieg Larsson, si penulis fiksi ini berhasil menggiring pembacanya menikmati sebuah petualangan batin yang amat mendebarkan dan mengasyikkan. Fiksi yang ber-genre thriller ini dibuat dalam tiga seri (trilogi) masing-masing berjudul ’The Girl With The Dragon Tattoo’, The Girl Who Played With Fire’ dan ‘The Girl Who Kicked The Hornets’ Nest’. Konon bukunya sudah terjual sebanyak 20 juta kopi di seluruh dunia.
Aspesger’s syndrome memang kelainan yang belum begitu banyak dikenali orang bahkan sering keliru didiagnosa dengan kelainan jiwa lainnya. Dengan mendeteksi kelainan ini pada usia dini mungkin kita bisa membimbing tumbuh kembang sang anak dengan AS menjadi orang dewasa yang berguna dalam masyarakat.


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
Pengendalian diri menjadi sesuatu yang tidak absolut -

perjuangan tanpa henti untuk menguasai diri telah menguras seluruh tenagaku.



Aku selalu merasa lelah. Aku tidak pernah tidur pulas.

Aku menatap kejadian demi kejadian tanpa dapat ku-kuasai.

Aku telah melakukan sesuatu yang menakutkanku sendiri.

Jika aku bingung, marah atau lelah

maka semuanya menjadi kacau dan badanku mengambil alih kendali.


Puisi Daniel Woodhouse(seorang penyandang Sindrom Asperger) judul asli: My greatest fear is myself



Memandang kehampaan diri adalah sangat menakutkan.

Tanpa dapat mengacuhkan apa yang terjadi disekelilingku,

aku memeras tenaga untuk dapat mengambil alih penguasaan diri.



Aku menjadi takut akan apa yang kurasakan.

Emosiku membuatku tak berdaya dan mudah rapuh.

Ingin rasanya membiarkan semua ini terjadi dan berlalu begitu saja.

Sangat menyakitkan untuk melawan diri tanpa henti.

Aku ingin melepas lelah - aku ingin damai.


Puisi Daniel Woodhouse (seorang penyandang Sindrom Asperger ) judul asli: My greatest fear is myself

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer