Jumat, 28 Mei 2010

Memotivasi Diri Untuk Belajar Ilmu Syar’i

Saat ini, orang yang mau belajar dan menekuni ilmu syar’i sudah sangat langka, yang banyak adalah belajar ilmu syar’i sekedarnya. Misalnya, sekali seminggu menghadiri pengajian, mengikuti kursus-kursus singkat, membaca buku terjemahan, atau sekedar mengikuti mata pelajaran agama di sekolah yang porsinya sangat kurang. Akibatnya, banyak umat Islam yang buta akan ajaran agamanya. Jangankan pengetahuan ilmu syar’i secara umum, hal-hal yang wajib diketahui dalam uru-san agama pun banyak yang tidak tahu.

Yang dimaksud ilmu syar’i (agama) di sini, bukanlah sembarang ilmu agama, namun ilmu syar’i yang benar-benar shahih berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan manhaj (pemahaman dan pengamalan) para ulama Salaf.

Kedua, yang dimaksud ilmu syar’i di sini adalah yang menghantarkan seseorang kepada takwa (Lihat QS. Fathir: 28), sehingga ia selalu menjaga keta’atan kepada Allah, baik ketika sendiri maupun di tengah banyak orang.

Ketiga, ilmu syar’i yang kita maksud di sini adalah yang mendorong pemiliknya untuk mengamalkannya. Ia tidak sekedar wacana, teori atau sekedar pengetahuan.

Sebab Kurangnya Motivasi

Ada banyak sebab sehingga seseorang kurang atau tidak termotivasi belajar ilmu syar’i. Di antara yang terpenting adalah:

Pertama, Tidak Mengetahui Tingginya Kedudukan Ilmu Syar’i.

Padahal Nabi Shallallaahu alaihi wasalam menyatakan, artinya: “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan untuknya, niscaya ia dipahamkan dalam urusan agamanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Bukti Allah menghendaki kebaikan bagi seorang hamba adalah dengan menganugerahinya pemahaman ilmu syar’i. Mereka itulah ulama, pewaris para nabi, penjaga syari’ah dan kemurnian agama Allah (Lihat QS. At-Taubah: 122). Ibnu Qayyim Rahimahullaah berkata: “Barangsiapa mencari ilmu untuk menghidupkan Islam, maka ia termasuk orang-orang shiddiqin, yang derajatnya setelah derajat para nabi ‘alaihimus salam.”

Kedua, Tidak Mengetahui Kewajiban Mencari Ilmu Syar’i.

Memang, tidak semua ilmu syar’i wajib kita ketahui secara luas dan mendalam. Misalnya harus memahami ilmu tafsir, hadits, aqidah, fiqh, faraidh dsb, sebab yang demikian itu adalah tugas para ulama (Lihat QS. At-Taubah: 122). Tetapi di dalam Islam, ada ilmu yang hukum mempelajarinya adalah fardhu ain (wajib bagi setiap individu muslim). Yaitu ilmu syar’i yang berkaitan dengan ibadah dan muamalah yang dikerjakan seseorang. Seperti syahadat, shalat, puasa, zakat, haji bagi yang mampu, dsb. Artinya, orang yang mengerjakan shalat misalnya, harus terlebih dahulu belajar tentang shalat secara benar sesuai tuntunan RasulAllah . Bila tidak belajar tentang tata cara shalat, maka dia berdosa sebab berakibat pada berbagai kesalahan dalam shalatnya, demikian juga dengan amalan yang lain.

Ketiga, Terjangkit Penyakit Cinta Dunia dan Takut Mati.

Kini mayoritas umat Islam memandang sesuatu dengan kaca mata duniawi. Artinya, sejauh mana sesuatu itu bisa mendatangkan manfaat materiil dan bisa menjamin kesejahteraannya di dunia. Karena dalam pandangan mereka ilmu syar’i tidak menjanjikan kekayaan, jabatan dan popularitas maka mereka enggan mempelajarinya. Padahal bila manusia hidup sekedar untuk memenuhi kebutuhan jasmani (materi), maka tidak ada bedanya dengan binatang. (Lihat QS. Muham-mad:12) Pemenuhan kebutuhan jasmani tidak menjamin kebahagiaan dan ketenangan. Kebahagiaan letaknya di hati, sedangkan hati makanannya adalah ilmu syar’i yang mendekatkannya kepada Allah Maha Pemberi, yang memberikan kebahagiaan hakiki, di dunia maupun di akhirat.

Agar Termotivasi Belajar Ilmu Syar’i

1. Ikhlas Karena Allah.

Sarana terbesar untuk memotivasi seseorang belajar ilmu syar’i adalah niat yang ikhlas dan jujur kepada Allah. Orang yang belajar karena Allah semata, akan mendapatkan pertolongan Allah, sehingga semangatnya terus berkobar. Imam Ibnu Jamaah rahima-hullah menegaskan tentang ikhlas: “Hendaknya dalam belajar ia memaksudkan hanya untuk mengharapkan ridha Allah, mengamalkannya, meng-hidupkan syari’ah-Nya, menerangi hatinya, menghiasi batinnya dan untuk mendapatkan janji Allah bagi para ahli ilmu. Sebaliknya, tidak untuk mendapatkan hal-hal duniawi, seperti kepemimpinan, jabatan, harta, dan pujian manusia !

Jika seseorang merasa kurang ikhlas, maka jangan lantas berhenti menuntut ilmu, tetapi wajib memaksa dirinya untuk ikhlas karena Allah, berusaha terus memperbaiki niat dan membersihkannya. Bila dia benar-benar jujur kepada Allah untuk mencapai keikhlasan, insya Allah ia akan dimudahkan Allah.

2. Mengenal Perjuangan Ulama Salaf Dalam Menuntut Ilmu.

Imam Syafi’i rahimahullah pernah ditanya, “Bagaimana hasrat tuan ter-hadap ilmu?”Beliau manjawab, “Saya seperti mendengar kata-kata yang tidak pernah saya dengar. Saya bahkan ingin agar saya punya banyak pendengaran, supaya bisa menikmati seperti yang dinikmati oleh kedua telinga saya”. “Bagaimana kerakusan anda terhadap ilmu?” Beliau menjawab,“Seperti rakusnya pencari harta yang mencapai puncak kenikmatan karena hartanya.’ ‘Bagaimana tuan mencari ilmu?’ beliau menjawab ‘Seperti seorang ibu yang bingung mencari anaknya, yang semata wayang’. Ibnu Asakir dalam menceritakan Abu Manshur Muhammad bin Husain An-Naisaburi berkata, ‘Beliau terus bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, meski dalam kondisi fakir. Bahkan beliau meng-ulangi dan menulis pelajarannya di bawah sinar rembulan, karena tidak mampu membeli minyak lampu.’

Ibnu Katsir berkata, ‘Ilmu tidak bisa diperoleh dengan leha-leha.’ Muhammad bin Thahir Al-Maqdisi berkata, ‘Untuk menuntut ilmu hadits, saya mengalami kencing darah dua kali, pertama di Baghdad dan kedua di Makkah. Hal itu karena saya berjalan dengan kaki telanjang di tengah sengatan terik matahari. Saya tidak pernah naik kendaraan saat mencari hadits kecuali sekali, dan saya selalu membawa kitab-kitab di punggung saya.’ Sementara Imam Baqi bin Mukhallad Al-Andalusi pada tahun 221H berjalan kaki dari Andalus (Spanyol) ke Baghdad untuk menemui dan belajar kepada Imam Ahmad.

3.Mengetahui Penyesalan Ulama Salaf Atas Hilangnya Kesempatan Menuntut Ilmu.

Ahmad bin Ibrahim Al-Abbas berkata, ‘Ketika sampai berita wafatnya Imam Muhammad Ar-Razi, saya masuk kamar dan menangis. Keluargaku mengerumuniku dan bertanya, ‘Apa yang menimpamu?’ ‘Imam Muhammad Ar-Razi telah wafat, kalian melarangku ke sana untuk menuntut ilmu,’ jawab-ku. Akhirnya mereka mengizinkanku mencari ilmu kepada Syaikh Hasan bin Sinan.’ Abu Ali Al-Farisi berkata: ‘Terjadi kebakaran besar di Baghdad, semua kitabku terbakar, padahal saya menulisnya dengan kedua tanganku. Selama dua bulan saya tidak kuasa berbicara dengan seorang pun, karena kesedihan dan duka yang dalam, bahkan beberapa saat saya dalam keadaan linglung.’ Imam Syu’bah bin Al-Hajjaj berkata, ‘Saya ingat, saya pernah ketinggalan tidak mendengar satu hadits dari Syaikh saya, sehingga saya sakit (karena sangat menyesal dan sedih akibat ketinggalan tersebut).

4. Mengetahui Bagaimana Para Ulama Salaf Tidak Tidur Untuk Menuntut Ilmu.

Dikisahkan, Imam Asad bin Al-Furat melakukan perjalanan ke Iraq un-tuk belajar kepada Syaikh Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani Rahimahullaah. Imam Asad berkata, “Saya orang asing dan bekalku hanya sedikit, bagaimana agar saya bisa belajar lebih dari sekedar mengikuti kajian tuan?” Syaikh Asy-Syaibani menjawab, “Tetaplah ikut kajian pada siang hari, dan saya khususkan waktu malam untuk mengajarimu sendirian. Menginaplah di rumahku dan kamu akan saya ajari ilmu’. Imam Asad berkata, “Maka saya pun menginap di rumah beliau, beliau mendatangiku dengan membawa seember air. Beliau lalu membacakan ilmu untukku, jika malam telah larut dan aku mengantuk, beliau mengambil air dan memercikkannya ke mukaku, sehingga saya bersemangat lagi. Demikian terus berlalu, sehingga saya selesai belajar ilmu apa saja yang saya inginkan.”

Abul Qasim Al-Muqri’ berkata, Imam Al-Hazimi senantiasa menelaah kitab dan mengarang hingga terbit fajar. Seseorang kemudian berkata kepada pembantunya, ‘Jangan kamu berikan minyak untuk pelitanya, barangkali beliau istirahat malam itu.’ Ketika malam tiba, Imam Al-Hazimi meminta minyak kepada pembantunya. Lalu dijawab, minyaknya telah habis. Imam Al-Hazimi lalu masuk ke rumahnya dan shalat di dalam kegelapan malam sampai terbit fajar.’

5. Menjauhi Teman-Teman Yang Malas.

Di antara pembunuh semangat belajar ilmu syar’i adalah berteman dengan orang-orang ahli maksiat. Tidak kalah bahayanya adalah bergaul dengan orang-orang yang malas serta enggan melakukan kegiatan positif dan bermanfaat. Abu Hurairahzberkata, Rasulullah Shallallaahu alaihi wasalam bersabda: “Seseorang itu tergantung agama kawannya. Karena itu, hendaknya salah seorang dari kamu melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

6. Merasakan Bahwa Anda Terus Berperang dengan Setan.

Setan adalah musuh bebuyutan anak cucu Adam. Mereka menghalangi setiap muslim dari menjalankan kebaikan, termasuk mencari ilmu. Di antara cara setan dalam menghalangi manusia dari mencari ilmu syar’i adalah:

Pertama, menunda-nunda belajar. Setiap kali seseorang ingin mempelajari ilmu dan membaca, setan membisikinya dengan mengatakan, tunda saja besok pagi, sekarang waktunya tidak tepat. Demikian dilakukan setan setiap saat, sampai orang itu menjadi tua, dan tidak berkesempatan mempelajari agamanya.

Kedua, dibisiki bahwa ilmu syar’i tidak akan bisa mengubah sesuatu pun bagi kondisinya sekarang. Argumen ini dapat kita bantah dengan melihat keadaan para pembaharu dan ulama Salaf. Seperti yang terjadi pada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab. Senjata mereka dalam memperbaiki keadaan adalah hujjah (dalil) dan ilmu.

Ketiga, membisiki bahwa dirinya tidak akan mampu belajar ilmu syar’i. Apalagi jika yang bersangkutan adalah orang awam yang baru saja bertaubat kepada Allah. Ia merasa tidak bisa menuntut ilmu agama karena terbiasa dengan kemaksiatan dan kemalasan. Ia merasa sulit menghilangkan masa lalunya, sehingga sulit pula belajar ilmu syar’i.

Untuk mengobati penyakit ini ada dua hal penting yang harus diingat, pertama, merubah kebiasaan masa lalu yang buruk menjadi kebiasaan yang terpuji dengan terus melawan hawa nafsu dan membiasakan kebaikan, dan kedua, hendaknya ia merenungkan keadaan para penuntut ilmu. Di antara mereka dahulunya ada orang-orang yang sesat, kemudian Allah menganugerahkan hidayah dan istiqamah kepada mereka, maka mereka menjadi giat menuntut ilmu. Mengapa ia tidak berusaha seperti mereka? [alsofwah]

Menghemat Dan Memanfaatkan Waktu

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata tentang amal yang paling utama: “Yaitu yang lebih tinggi nilai ketundukannya kepada Allah dan lebih bermanfaat bagi hamba”.

Berikut ini adalah beberapa kiat mengisi waktu luang dan dimulai dari yang utama kemudian berangsur sampai ke perkara-perkara mubah:

1. Mengahafal dan mempelajari kitabullah

Allah berfirman, artinya: “Sesung-guhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.” (Fathir: 30)

Rasulullah bersabda, artinya: “Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an kemudian mengajarkannya”. (HR. Al-Bukhari)

Rasulullah juga bersabda, artinya: “Kepada Ahli Al-Qur’an dikatakan, “bacalah dan naiklah! Urutkan sebagaimana engkau mengurutkan di dunia, maka sesungguhnya kedudukanmu berada pada akhir ayat yang engkau baca”. (HR. Abu Daud, hasan shahih)

Allah memudahkan Anda yang mau menghafal sebagaimana firman-Nya, artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran” (Al-Qomar:17))

2. Membaca buku/kitab yang bermanfaat

Allah berfirman, artinya: “Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang berilmu beberapa derajat” (QS: Al-Mujadilah: 11)

Rasulullah bersabda, artinya: “Sesungguhnya penuntut ilmu dinaungi oleh para Malaikat dengan sayap mereka.” (Shahih At-Targhib wa At-Tarhib)

Imam Ahmad berkata “Manusia lebih butuh kepada ilmu daripada kepada makan dan minum, karena seseorang butuh makan dan minum sehari sekali atau dua kali, sedang kebutuhannya pada ilmu adalah sejumlah nafasnya”.

3. Dzikrullah

Ia merupakan amalan yang mudah, tanpa biaya maupun susah payah, padahal pahala dan keutamaannya sangat banyak. Allah berfirman, artinya: “Ingatlah kamu kepadaKu, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu” (Al-Baqarah: 152)

Rasul bersabda, artinya: “Maukah kalian kuberitahu amalan yang paling baik dan paling suci menurut Sang Pemilikmu, mengangkat derajatmu, lebih baik dari infak emas dan uang dan lebih baik dari beperang membunuh musuh kemudian kamu ditebas lehermu? Mereka berkata “Ya, duhai Rasul? Beliau bersabda, “Yaitu dzikir kepada Allah Ta’ala” (HR. At-Tirmidzi)

Terutama dzikir pagi dan sore dan pada setiap memulai atau mengakhiri pekerjaan.

4. Jihad ( wisata umat Islam)

Umat yang paling mulia ini memiliki rihlah dan tamasya yang sejati, sebagaimana sabada Nabi , yang artinya: “Tamasya/pesiarnya umatku adalah berjihad (berjuang di jalan Allah)” (HR. Abu Daud dengan sanad shahih)

Rasul juga bersabda: “Satu pagi atau satu sore hari di jalan Allah adalah lebih baik dari pada dunia dan isinya” (HR. Al-Bukhari)

Ia menjanjikan kemenangan dan kejayaan di dunia dan yang paling pasti di akhirat, dengan syahid tanpa hisab, tanpa siksa kubur, dan masuk surga.

Allah berfirman, artinya: “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.” (Al-Anfal: 60)

5. Bekerja sama dalam berdakwah

Allah berfirman, artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”(QS. 3:110)

Rasul bersabda: “Siapa diantara kamu melihat kemungkaran hendaklah dia merubahnya dengan tangan, jika tidak mampu maka dengan lisan, jika tidak mampu maka dengan hati dan itu adalah selemah-lemahnya iman” (HR. Muslim)

Rasul juga bersabda, artinya: “Sampaikan dariku meskipun satu ayat” HR. Al-Bukhari)

Sungguh kita tahu bahwa musuh Islam telah mengatur siasat dan strategi dengan baik, maka wajiblah kita meningkatkan usaha keras kita membela agama Allah.

6. Menunaikan Amalan Sunnah

Amalan-amalan sunnah dapat melengkapi kekurangan pada ibadah yang wajib dan dapat mengangkat derajat di sisi Allah.

Allah berfirman (dalam hadits Qudsi), yang artinya: “Siapa yang memusuhi kekasih-Ku maka Aku umumkan perang kepadanya, tiada sarana pendekatan padaKu yang paling Aku cintai bagi hambaKu melebihi apa yang Aku wajibkan padanya. HambaKu tiada hentinya mendekatiKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku menyin-tainya.” (HR. Al-Bukhari)

Berusahalah semampu Anda untuk berlomba menunaikan amalan sunnah dari shalat, shadaqah, puasa dan lain-lain.

7. Menghadiri ceramah atau pengajian

Rasulullah bersabda: “Tiadalah suatu kaum berkumpul di salah satu masjid Allah dengan membaca kitab Allah dan mempelajarinya diantara mereka, kecuali para malaikat mengelilingi mereka, ketenangan turun kepada mereka dan rahmat tercurah, serta Allah membangga-banggakan mereka kepada malaikat yang ada disisiNya”. (HR. Muslim)

8. Ziarah Masjidil Haram dan Umrah

Rasulullah bersabda: “Satu umrah ke umrah yang lain adalah pelebur (dosa) antara keduanya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Begitu besar pahala shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi melebihi masjid di seluruh dunia,disana banyak sarana mencapai hidayah Allah.

9. Mendengarkan kaset /CD

Baik itu ceramah keagamaan atau murattal Al-Qur’an, kemudian jika perlu dibuat catatan dan ringkasan yang rapi, ini sangat bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain.

10. Mengunjungi orang-orang shaleh di dalam atau di luar kota

Rasulullah mengisahkan: “Seorang menziarahi temannya di desa lain, di tengah perjalanan Allah mengutus malaikat menyertainya, datang dan bertanya: “Anda mau pergi kemana?” ia menjawab, “ke saudara di desa sana”, “Apakah karena satu kenikmatan yang Anda inginkan? Ia menjawab: “Tidak, saya hanya menyintainya karena Allah ‘Azza wa Jalla” . Malaikat berkata: “Sesungguhnya saya adalah utusan Allah (mengabarkan) sesungguh-nya Allah telah menyintai Anda sebagaimana Anda telah menyintainya karena Dia” (HR. Muslim)

11. Silaturrahmi

Sanak kerabat, teman, dengan saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran, mereka itulah yang di puji Allah dalam firmanNya, artinya: “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk”. (QS. 13:21)

Rasullah bersabda: “Siapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah dia bersilturahmi” (HR. Al-Bukhari Muslim)

12. Ziarah rumah sakit dan kuburan

Dimana kita dapatkan pahala yang agung, mendo’akan dan menghibur orang sakit, sedangkan tentang kuburan Rasulullah n bersabda, artinya: “Ziarahi ia (kuburan), karena sesungguhnya ia mengingatkan kamu pada Akhirat” (HR. Muslim)

13. Mengadakan penelitian

Menyusun ikhtisar dari suatu buku atau kaset atau bisa juga melakukan study lapangan mengenai berbagai perkembangan yang ada kemudian hasilnya kita berikan kepada pihak yang sekiranya membutuhkan, siapa tahu bisa dipublikasikan dan akan sangat banyak manfaatnya.

14. Membantu orang lain

Rasulullah bersabda, artinya: “Jika seseorang kalian berjalan bersama saudaranya untuk memenuhi kebutuhan-nya dan menunjukkan dengan jarinya maka itu lebih utama dari pada ber’itikaf di dalam masjidku (An-Nabawi) ini selama dua bulan” (HR. At-Thabrani)

Beliau juga bersabda, artinya: “Siapa yang melepaskan kesulitan seseorang mukmin dari urusan dunia maka Allah melepaskannya dari kesulitan di hari Kiamat” (Muttafaq ‘alaihi)

15. Bepergian ke negara-negara Islam

Baik untuk tujuan dakwah, merenungi ciptaan Allah atau tujuan-tujuan lain yang dibolehkan. Selain itu juga dapat menghilangkan kepenatan, menambah relasi bisnis, ilmu dan budaya.

16. Membuka perpustakaan umum di masjid-masjid

Kemudian menyelenggarakan seminar, forum-forum ilmiah, diskusi, majlis ta’lim atau halaqah disana yang ini semua akan menambah ilmu dan persaudaraan.

17. Kegiatan bisnis/berdagang dengan halal

Itulah pencaharian Nabi , khalifah beliau Abu Bakar, Umar, Utsman dan lain-lain yang mulia. Jangan sampai melakukan jual beli dengan cara-cara yang haram atau berdagang barang-barang yang dilarang.

Allah berfirman, artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka berte-baranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. 62:10)

18. Mengikuti kontrak kerja yang bermanfaat

Pada lapangan kerja yang halal bukan subhat atau haram, dalam lingkungan dan aturan yang baik(sesuai dengan syariat). Dengan niat yang ikhlas dan benar setiap usaha halal dapat bernilai ibadah.

19. Berlatih olah raga

Untuk menjaga kekuatan dan kesehatan tubuh dengan catatan tidak melalaikan dan tidak melanggar batasan syar’i, juga untuk persiapan berjuang di jalan Allah, serta ketangguhan jiwa, sebab sebagaimana dalam hadits riwayat Imam Muslim bahwa bila jiwa lelah ia akan jemu/bosan, sesaat demi sesaat.

20. Mengikuti kursus-kursus

Meskipun dengan mengeluarkan biaya, dan tentunya juga harus melihat kemampuan. Manfaatnya jelas tidak diragukan seperti, agronomi, agro-bisnis, komputer, pertambangan, kelautan, kerajinan tangan/home industri, tata boga, merawat taman, yang mendatangkan manfaat dan rizki yang halal. Kemudian jika anda ternyata memiliki bakat tertentu, seperti khot (menulis indah), pertukangan, percetakan sablon dan lain-lain ada baiknya bila dikembangkan.

Disarikan dari waqafat ma’a al-waqti wa kaifa istiqhlal al-faraagh, Abdul Ilah bin Ibrahim Dawud .(Waznin Mahfudz / alsofwah)



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer